Sejarah Desa Dieng
SEJARAH BERDIRINYA DIENG
Pada awal abad masehi, terjadilah sebuah proses migrasi besar-besaran penduduk Kalinga ke berbagai penjuru asia, salah satunya ke pulau jawa. menurut beberapa sumber, migrasi tersebut disebabkan serangan kerajaan Ashoka yang terletak di sebelah utara kerajaan Kalingga, namun menurut seorang peneliti dari Prancis, Migrasi tersebut hanyalah migrasi biasa dalam rangka memperluas lingkup perdagangan bangsa kalingga yang kemudian sekaligus menjadi sarana penyebaran budaya.
Proses Migrasi tersebut membawa pengaruh besar baik dibidang keyakinan, tekhnologi, hingga sastra. Bahkan cara bercocok tanam padi pun diduga merupakan salah satu tekhnologi yang dibawa bangsa kaligga ke Tanah Jawa. Dalam Kurun Waktu tertentu, terjadilah proses civilisasi yang terus menerus, hingga akhirnya Dieng menjadi sebuah sistem peradaban yang besar Sekaligus menjadi cikal bakal berdirinya Wangsa Mataram Kuno (Sanjaya dan Syailendra) yang mencapai puncaknya pada abad 8-9 M, dengan bukti-bukti peninggalannya berupa candi-candi yang sampai sekarang masih dapat kita lihat sisa-sisa peninggalannya.
Migrasi tersebut bukanlah proses perpindahan spontan melainkan tersusun dengan rencana yang matang. Sebelum proses migrasi dilakukan, mereka telah melakukan pencarian tempat-tempat yang dianggap sesuai untuk memindahkan simbolis "surga" yang ada di himalaya ke tanah Jawa. Dan tempat yang dianggap pas tersebut adalah Dieng. Oleh sebab itu kemudian Dieng menjadi pingkalingganing Bhawana (Poros Dunia). Nama Dieng sendiri dilatarbelakangi dari peristiwa pemindahan simbol surga dilakukan Sang Hyang Djagadnata (Bathara Guru) , sebagaimana tertuang dalam Serat Paramayoga karya R Ng Ranggawarsito � tersebut. Dieng yang berasal dari bahasa Sanskerta Di artinya tempat yang tinggi atau gunung dan Hyang artinya leluhur atau dewa-dewa. Serta Kata Dieng juga berasal dari Kata Die Hieyang tempat bersemayamnya para dewa atau Edie( Indah) dan Aeng (langka/jarang) Dieng adalah sebuah Desa yang Indah dan Langka sulit ditemui didaerah Lain. Begitu mempesona pemandangan Alamnya dipadukan dengan nilai-nilai budaya yang adi Luhung. Dieng mengalami beberapa fase peradaban dari jaman pra hindu, jaman hindu kemudian Jaman Islam dan Jaman kemerdekaan.
Beberapa keterangan tokoh masyarakat yang dituakan di Desa Dieng, menceritakan asal mula Desa Dieng pada tahun 1819, dimana terdapat perkampungan penduduk yang rumahnya terbuat dari pohon pakis atau galar dan atapnya terbuat dari alang-alang Pemerintahan Dieng setelah masa Mataram kuno ( Dinasti syalindra dan Sanjaya sampai periode Kemerdekaan dipimpin Oleh bebera orang tumenggung dari Jogjakarta diantara namanya masih menjadi misteri Cuma masyarakat pada waktu itu menyebutnya tumenggung, kemudian manggolo yudo dan Mbah Citro . Jaman pra Hindu di Kawasan Dieng juga pernah ditemukan sebuah prasasti maupun benda-benda peninggalan dijaman tersebut. Dieng merupakan daerah pegunungan yang dingin dan sejuk. Sehingga membuat keyakian penganut Hindu bahwa Dieng merupakan tempat yang suci. Yaitu tempat bersemayamnya para Dewa ini dibuktikan banyak ditemukan peninggalan benda-benda cagar budaya seperti Candi, prasasti,batu kelir,tuk bimo lukar. Ada yang berupa Arca, tangga, yoni. Penemuan Candi tersebut ditemukan oleh seorang peneliti dari Hindia Belanda pada abad ke 16 baru ditahun 1814 kemudian baru ditahun 1856 Candi-candi tersebut dikeringkan oleh Orang belanda (Van kinsbergen ) karena pada waktu itu Dieng mengalami tenggelam/candi-candi dan sekitarnya tergenang air Dieng telah terjadi prahala Bencana besar yang membuat Dieng tenggelam sehingga orang-orang hindu banyak yang hijrah dari Dieng ada yang menuju ke tengger ada yang menuju ke pulau bali (Jejak dinasti sanjaya dan Syailendra)di Dieng. Kemudian setelah itu masuklah peradaban Islam di Dieng (± abad 16) Tokoh-tokoh tersebut diatas seperti Manggalo yudho, Nitiyudo, mangkuyudo, serta syeh ngabdullah selomanik merupakan tokoh2 penyebar agama Islam Dikawasan Dieng.
Nama Dieng berasal dari bahasa sansekerta Die Hieyang ( Edi dan Aeng ) Indah dan langka. Dieng yang berasal dari dua suka kata. “Di” dan “Hyang”, dimana “Di” dimaknakan sebagai ardhi, redi, wukir, arga, dan lain-lain yang artinya gunung atau tempat tinggi, yang puncak, yang ultimate, yang misterius, yang transanden, yang sempurna, yang adi kodrati, yang abstark dan eksternal, , dan meta di luar makna-makna “yang nyata”, natural, reality (yang ergelar/di gelar) dan lain-lain. Di luar itu juga “Di” juga di anggap di luar dari konteks “hadi”, “adi” yang di maknai sebagai “yang cantik”, indah, molek, dan mempesonakan, Dan “Hyang” adalah sebuah kata sandang yang biasanya di pakai untuk penyebutan yang gaib (nominousum) dewa-dewa atau yang diyakini sebagai dewa, Ruh leluhur, Tuhan atau suatu yang diyakini sebagai Tuhan atau makhluk-makhluk ilahiyah lainya. Sementara “Hayang”, juga di makanai sebagai tempat dari makhluk-makhluk ilahiah tersebut, yang kemudian di identifikasi sebagai “Kahyangan, nirwana, atau surga”. Yakni dewa-dewi , Tuhan atau makhluk-makhluk pada umumnya. Sehingga Dieng dikenal sebagai tempat bersemayamnya para Dewa dan ada juga yang menjuluki negeri diatas awan begitu banyak sebutan untuk Dieng ini karena keelokan dan Keunikannya. Dieng adalah juga merupakan kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.090 s/d 2.150 m ( dpl) di atas permukaan laut. Suhu berkisar 12—20°C di siang hari dan 6-10°C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0°C di pagi hari dan memunculkan embun beku ( Frozz) yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman.
Desa Dieng merupakan daerah penghasil pertanian terutama jenis sayuran (Kentang, Kubis, wortel, kacang dieng, bawang daun) juga merupakan daerah tujuan wisata unggulan di propinsi jawa tengah dan Ke elokan kindahan Alam Dieng yang dipadukan dengan warisan budaya yang adi Luhung berupa peninggalan cagar budaya berupa batu kelir, Tuk bimo Lukar, Kesenian tradisional, serta tradisi-tradisi yang sudah mendunia seperti Ruwatan anak berambut gimbel, tradisi momongi, suran, merdi desa. Dieng merupakan daerah terkenal wisata baik dalam negeri /domestik maupun luar negeri/manca negara . sehingga sangat mendukung untuk pengembangan ekonomi pariwisata terutama pada sektor pertanian, seni dan budaya. Komoditas utama pertanian yang dihasilkan antara lain: kentang, kubis, wortel, cabe dieng, bawang daun/loncang, purwaceng, carica serta buah kemar.
Dalam beberapa tahun terakhir ini hasil pariwisata sangat meningkat Kunjungannya baik Wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang ke Dieng. Fenomena Sunrise gunung prau menurut pendapat beberapa Media dan Orang bahwa Sunrise digunung Prau merupakan view yang terbaik di Asia tenggara sehingga begitu banyak memikat para Wisatawan untuk berkunjung ke Dieng, disamping pesona alam yang lebih dulu terkenal seperti telaga warna dan pengilon, DPT, Kawah sikendang,batu kelir,Gua jaran,guo semar, dan Guo Sumur, tuk bimolukar /mata air /hulu sungai serayu,candi dan juga kesenian , tradisi dan budaya Dieng ( Kuda kepang, lengger, angguk, kubro, rodat, tradisi suran, ruwat rambut gembel, tradisi momongi dll). ini berarti sangat membantu Perekonomian masyarakat dengan banyak berdiri Homestay,rumah makan dan Home Industri hasil pertanian ( Kentang, Buah carica, Buah kemar dan Purwoceng) begitu pula juga bisa menyerap tenaga kerja yang bergerak dibidang pariwisata seperti Pedagang, tukang parkir, penjaga loket, guide/pemandu wisata ( Pelaku Wisata)
Penyusun